Pengertian Narsis Pakar psikoanalisis, Sigmund Freud, dalam artikel On Narcissism, An Introduction (Kompas, 08/01/2006) mencoba membedakan cara laki-laki dan perempuan jatuh cinta. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa laki-laki dalam masa perkembangan, oedipal meletakkan dasar cinta kasihnya pada keeratan ikatan emosional dengan kasih ibu pada masa kanak-kanak yang terbentuk manakala ibu memuaskan kebutuhan narsistiknya melalui perawatan ibu. Dengan demikian, laki-laki akan memilih objek cinta kasihnya berdasar pada cara ibu yang tanpa pamrih melayani, merawat, dan memenuhi kebutuhannya. Biasanya, masa kecil pribadi narsistik ditandai oleh pemanjaan berlebihan dari ibu, terlampau disanjung dan dibanggakan berlebihan. Seorang narsistik akan menunjukkan perilaku self-centered, kecuali itu kebutuhannya adalah yang terpenting.
Sedangkan Fromm berpendapat, narsisme merupakan kondisi pengalaman seseorang yang dia rasakan sebagai sesuatu yang benar-benar nyata hanyalah tubuhnya, kebutuhannya, perasaannya, pikirannya, serta benda atau orang-orang yang masih ada hubungan dengannya. Sebaliknya, orang atau kelompok lain yang tidak menjadi bagiannya senatiasa dianggap tidak nyata, inferior, tidak memiliki arti, dan karenaya tidak perlu dihiraukan. Bahkan, ketika yang lain itu dianggap sebagai ancaman, apa pun bisa dilakukan, melalui agresi sekalipun (Pikiran Rakyat, 14/04/2003).
Menurut Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam bukunya, Abnormal Psychology (2000), orang yang narcissistic atau narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian.
0 komentar:
Posting Komentar